|
Sumber : Dok. Pribadi |
Sudah hampir tujuh bulan semenjak kasus pertama Covid-19 di Indonesia diumumkan dan belum juga mereda. Rasanya masih campur aduk, saat sadar bahwa hampir semua rencana di tahun ini gagal total. Dari jalan-jalan ke luar negeri, eksplor Indonesia bagian Timur, pergi ke pantai, solo traveling, naik gunung, dan lainnya. Dari gue pribadi sih, kebanyakan gagal di traveling. Lo gimana?
Tapi yang gue dapatkan dari segala keterbatasan yang ada—harus di rumah aja, pakai masker kemana-mana, jaga kebersihan, jaga imunitas tubuh, jaga jarak, dan masih banyak lagi—itu juga banyak. Bahkan, dari keterbatasan itu, muncul ide-ide yang meluas dan tidak terhingga di otak gue. Banyak yang gue kerjakan yang sebelumnya bahkan gue nggak pernah kepikiran untuk kesana. Menurut gue, itu perlu penghargaan, karena saat gue bertahan hidup di tengah pandemi, gue masih bisa produktif. Gue juga salut, makin banyak orang yang kreatif, walaupun harus dipaksa oleh keadaan dahulu. Tapi hal tersebut sama sekali nggak bisa disalahkan.
Sumber : Dok. Pribadi
Ngomong-ngomong soal bertahan di tengah pandemi, tiba-tiba kepikiran aja gitu untuk melakukan kilas balik ke awal Covid-19 muncul di pemberitaan. Cara gue bertahan pasti bisa dibilang unik, soalnya beda sama yang lain—karena cerita lo pasti unik juga. Gue yakin orang-orang punya cerita mereka sendiri, tapi kalau hari ini gue sedikit curhat tentang perjalanan gue menerjang hidup di tengah pandemi ngga ada salahnya kan? ☺️
Bulan Februari, waktu berita lagi gencar-gencarnya ngumumin ada virus baru dari Wuhan, China, gue masih pulang pergi ke kantor dari Bekasi-Sudirman PP naik kereta atau Transjabotabek. Gue masih melakukan hal yang sama dari semenjak gue kerja di Sudirman, yaitu berjubel di kereta pas berangkat dari Bekasi, dan rebutan tempat duduk di Transjabotabek pas pulang dari Sudirman. Gue sama sekali belum aware, karena dikira kan virus-virus biasa aja gitu.
Bulan Maret, pas diumumin pasien pertama Covid-19, gue pun masih melakukan hal yang sama. Cuma bedanya, gue sempet pilek dan batuk di minggu yang sama. Lo bayangin, pas flu gitu, lo harus naik kendaraan umum untuk kerja. Sekali batuk, sekampung yang nengok. Ya ampun... itu pengalaman lucu sih. Tapi mungkin nggak separah sekarang ya, bersin pas lagi dine in di restoran aja bisa langsung disuruh keluar.
Seminggu kemudian, ada penerapan protokol kesehatan baru di kantor gue. Duduk jadi berjauhan, nggak boleh ada orang selain divisi gue masuk, makan juga harus jauh-jauhan, dan lain-lain. Awalnya pada bingung tuh, ini karyawan di kantor mau diapain biar tetep aman. Pernah gue disuruh kerja dari kantor terdekat di Bekasi, tapi ngga jadi. Pernah juga disuruh pindah gedung di deket Sudirman, ngga jadi juga. Akhirnya pake sistem shift dengan beda hari. Jangan lupa, gue masih flu. Asli, yang gue takutin bukan kena Covid-19 nya, tapi karena orang-orang itu yang deg-degan deketan sama gue. Akhirnya kantor nyuruh karyawan yang nggak enak badan untuk tetep di rumah. Disuruh lah gue kerja dari rumah aja. Ya udah, gue kerja di rumah dan gue berusaha sembuhin flu gue. Gue sampe cek thorax sama darah untuk mastiin gue flu biasa—karena pas itu rapid test belum populer—dan bener, gue cuma dapet common flu aja.
Gue laporin hasilnya dan akhirnya gue bisa masuk lagi (setelah sembuh pastinya). Beberapa hari kemudian, diadakan rapid test massal di kantor. Pas dapet hasilnya... Duaarr, gue reaktif. Disuruhlah gue isolasi mandiri dua minggu setelah gue work from home seminggu. Totalnya tiga minggu. Sepertinya, hasil tes gue reaktif dikarenakan gue abis sakit flu dan belum benar-benar sembuh, sehingga antibodi masih aktif dan terdeteksi sama alat rapid test. Ya, rapid test bisa mendeteksi semua antibodi, jadi kalau kita reaktif, belum tentu Covid-19, karena bisa aja daya tahan tubuh kita lagi rendah doang atau lagi sakit yang lainnya. Setelah selesai isolasi, gue jadi ragu sama rapid test karena takut reaktif lagi. Kerjaan gue gimana? Alhamdulillah lancar sih selama ini.
|
Sumber : Dok. Pribadi |
Pada saat itu, orang masih awam banget sama Covid-19 ini. Inget nggak sih bahan jamu harganya jadi pada naik? Apalagi vitamin C. Harga masker juga. Terus Oreo sama susu UHT pada sold out dimana-mana karena orang-orang pada bikin kreasi kue di rumah. Masih panic buying paraaah waktu itu. Alhamdulillah-nya circle gue sangat membantu menguatkan gue sih dan berusaha biar gue nggak stres. Akhirnya gue masuk dan kerja lagi.
Bulan April-Mei, gue tetep masuk di tengah-tengah pandemi. Tapi gue juga dapet jatah work from home. Pas awal PSBB, itu enak bangeeet kalau lo masih kerja di kantor. Lo bisa berangkat lebih siang—biasanya gue pagi banget karena dari Bekasi—dan lihat gunung kalau lewat tol Becakayu. Waktu di kantor, lo bisa lihat gedung yang jaraknya jauuuh banget dari kantor dengan lumayan jelas. Pulang kerja juga cepet dan nggak macet.
Makin lama, orang udah berani keluar dan bawa mobil sendiri lagi. Itu awal bulan Mei. Beuh, capek banget pulang kantor tuh. Perjalanan kantor-rumah di tengah PSBB aja masih butuh sekitar 1,5 jam dan itu nyetir sendiri. Itu hampir nyerah untuk naik kendaraan umum lagi karena badan udah terasa remuuk. Tapi orang-orang di sekitar gue menyemangati agar tetap naik mobil aja demi keamanan gue. Akhirnya, gue jalani lagi.
Tibalah di akhir Mei... gue merayakan hari Raya Idul Fitri. Sedihnya, gue nggak libur lebaranπ maksudnya adalah gue cuma dikasih jatah libur satu hari karena tanggal tersebut di kalender ditentukan sebagai tanggal merah. Sisa hari untuk libur lebaran dialihkan ke akhir tahun. Wow, pada saat itu, lebaran nggak kayak lebaran. Orang-orang pada bingung sholat Ied-nya gimana, karena semua tempat ibadah ditutup. Begitu juga mal. Presiden juga nggak menganjurkan untuk pulang kampung—walau gue tau banyak banget yang bandel. What A Year.
Baru bulan Juni pertengahan, diumumkan fase new normal. Semua berubah, dari mal dibuka dengan protokol, sampai pembatasan jumlah penumpang di kendaraan. Gue juga nyoba ke mal yang sepi untuk lihat seperti apa new normal disana. Aneh awalnya, tapi makin lama terbiasa. Terbiasa dengan istilah new normal dan segala ketentuannya.
Yang selalu gue lakukan adalah menjaga asupan makan gue agar tetap stabil, minum vitamin, minum Habbatussauda, makan buah dan sayur, selalu sedia hand sanitizer hanya untuk keadaan darurat dan tidak ada air, menjaga jarak, pakai masker non-medis tapi bukan yang kain, dan tidak berada di kerumunan. Standar, tapi hasilnya memang bagus. Jika kita konsisten, kemungkinan tertularnya juga pasti terkurangi. Kemudian, jaga mood dan jalankan hobi jika punya! Atau me time, siapa yang tidak pernah butuh?
Intinya, perjalanan menerjang pandemi masih panjang. Kita harus stay sane dan cari cara yang benar untuk bertahan hidup. Jangan lupa, harus terus mengingatkan dan menguatkan satu sama lain! Karena kita makhluk sosial, butuh dan dibutuhkan orang lain.
Semangaaaat!
Semangattt, badai pasti berlalu, semoga tahun depan bisa lebih baik dan kita bisa melalui tahun 2020 yang penuh sejarah ini dengan kuat serta sehat π
ReplyDeleteYang penting kita tetap berusaha optimis, and stay sane, itu yang utama ya mba. Sebab dengan adanya covid, banyak yang kehilangan pekerjaan, mereka bukan lagi takut virus, tapi takut nggak bisa makan. Berharap semua bisa melewatinya dengan hati lapang π dan mba Jez juga semoga dijauhkan dari virus covid-19 π
Iyaa kak Eno. Aamiin aamiin, kak Eno juga yaa!
DeletePositive mind yaa kak intinya.. Huhu sedih banget kalo inget bagian itu. PHK dan segala macamnya, pilihan mereka cuma berakhir karena virus atau karena ngga makan aja. Semua itu terpatri di otakku selalu. Makanya di kondisi kita yang masih di atas ini, kita harus berusaha ngangkat mereka juga.
Sehat-sehat ya kak Eno disana!
Aamiin amiin mbak Jez.. semoga covid cepat dapat teratasi dan kondisi jadi normal kembali :') Banyak banget orang yang terdampak gara-gara covid ini, membuat kau jadi banyak bersyukur karena masih bisa makan dan masih punya pekerjaan.
ReplyDeleteSoal transportasi, emang bener sih mbak. Kalau bisa bawa transportasi pribadi memang lebih aman.. aku dulu juga takut untuk bawa mobil atau motor di jakarta, tapi mau gimana lagi.. dag-dig-dug juga
Semangat mbak buat kita semua. Sehat selalu. We can get thru this <3
Betuul banget, kita yang masih diberikan kenikmatan harus terus bantu orang-orang yang terdampak yaa..
DeleteDulu sebelum pandemi aku juga males banget bawa mobil ke Jakarta, karena macetnya ituuu loohπ€¦♀️ tapi sekarang karena lalu lintas agak membaik dan tuntutan keamanan juga, jadi bawah deh.
Sehat selalu juga kak Aqma! Kita harus bertahaan hehehe
Hi Kak! Aku masih bingung enaknya panggil Jez atau Ibel ya >.<
ReplyDeleteAnyway, aku senang membaca post ini karena aku jadi tahu bahwa masih ada orang yang peduli dengan pandemi ini, terutama kakak, di saat banyak orang yang udah mulai anggap pandemi ini hoaks dan merasa diri kebal dll.
Pas waktu awal-awal PSBB, aku sering lihat foto-foto pemadangan alam yang bisa terlihat dari Jakarta berseliweran dan memang masa-masa itu, Jakarta rasanya indah sekali ya! Bisa lihat gunung sejelas itu! Kapan lagi coba wkwk.
Well, sama-sama kita berdoa agar pandemi ini bisa segera berakhir ya. Selama itu, kita sama-sama jaga kesehatan masing-masing :D Semangat untuk kita!
Hihi kebanyakan manggil Ibel, tapi Jez juga kerenπ yang enak ajaa buat kamu sebuut
DeleteIyaps, sedih sekali kalau tau ada yang masih ngga peduli. Bahkan masih banyak sekali. Ada beberapa kerabatku yang sempat tertular penyakit ini, dan aku tau cerita-ceritanya yang bikin bergidik. Alhamdulillah-nya semua bisa sembuh. Itulah yang menyebabkan aku masih sangat aware terhadap penyakit itu.
Setujuuu! Wah pas itu seneng banget sih aku. Udaranya jadi bersih dan nggak ruwet seperti biasanyaπ bersyukur aku pernah merasakan Jakarta saat seperti itu.
Sehat selalu juga yaa Lia!
Memang sekarang kalo orang lagi flu, terus bersin di tempat umum reaksi orang pasti pada melihat, maklum dikira bawa virus Corona, padahal kan mungkin flu biasa.
ReplyDeleteWaduh, pasti deg degan dan cemas pas hasil rapid test reaktif ya mbak, padahal mungkin cuma flu biasa.
Tetap semangat ya.π
Betuuul banget, Mas Agus. Makanya sekarang kalau mau batuk di ruangan kantor aku harus tahan dulu sampai aku menemukan tempat sepi hahaha. Kalau nggak tahan, bilang aja kesedak hihi supaya pada nggak takut :)
DeleteSemangat juga Mas, stay healthy!
Baru mau tanya enaknya manggil apa, ternyata udah dijawab di komentarnya Lia π manggilnya Ibel aja ya berarti? :D
ReplyDeleteAku sempat pingin bikin kaleidoskop covid selama 7 bulan terakhir kayak gini juga, cuma naitnya belum kekumpul penuh π tapi yaa entah kenapa aku malah ngerasa 7 bulan ini jalannya cepat banget, tau-tau 2020 udah sisa 60 harian. Bener yang kamu bilang, 7 bulan ini kayak udah merangkum keseluruhan tahun 2020 seperti apa |:
Kondisi di Bogor sekarang juga kayak nggak lagi pandemi, Mbaa. Semua orang keluar ya keluar aja, ngumpul ya ngumpul aja tuh, aku yang malah ketar-ketir tiap mau keluar rumah kayak mau perang ahahaha
Semoga pandemi ini cepat kelar, vaksinnya segera dikeluarkan dan semoga juga kita selalu dalam keadaan sehat yaa!
Halo Kak! Terimakasih sudah mampir :) Boleh kok Kak manggilnya Ibel, dengan senang hati~
DeleteWah, kalau Kakak bikin aku baca deh nanti, soalnya aku masih jarang menemukan orang yang mau curhat tentang perjalanan mereka selama pandemi hehehe. Sangaat cepat Kak, aku bahkan kaget pas awal bulan kemarin, kok sudah Oktober aja?? Hahaha.
Waktu itu aku sempat mampir ke Bogor, Kak. Niatnya mau staycation ke Puncak tapi macet, jadilah kesana. Bener kata Kakak, rameeee nya sama yaa.. akhirnya aku pulang dengan tangan hampa alias mampir doang wkwk
Aamiin aamiin sehat-sehat ya Kak Jane!